Sabtu, 30 Juni 2012

Ujungan, Kesenian Bekasi Yang Tergerus Pembangunan


 
Ujungan, mungkin kata ini terdengar asing di telinga anak-anak muda Bekasi pada era kini. Sebab kesenian Ujungan ini sudah jarang bahkan sulit ditemukan di daerah Bekasi. Untuk mengenalinya pun sangat sulit, karena tidak banyak literatur yang menceritakan secara detail asal mula kesenian ini muncul, terkenal, dan kemudian hilang nyaris tanpa jejak.

Seni ujungan merupakan jenis ketangkasan bela diri yang didalamnya terdapat perpaduan tiga jenis seni yaitu seni musik (Sampyong), seni tari-silat (Uncul), dan seni bela diri tongkat (ujungan). Menurut beberapa sumber, seni ujungan merupakan jenis kesenian tertua yang pernah ditemukan, pada era kerajaan Salakanegara (130M) berdasarkan naskah kuno Wangsakerta yang merupakan cikal bakal kerajaan besar di Jawa Barat. Ujungan merupakan suatu kesenian bela diri yang berkembang di Bekasi. Kata ujungan sendiri berasal dari Bahasa Sunda, Jung yang berarti dari lutut ke bawah. Kata ini berkembang menjadi ujung yang artinya kaki. Beberapa tokoh ujungan Bekasi mengatakan bahwa ujungan berasal dari kata ujung (bongkot, bahasa dialek Bekasi), baik ujung rotan maupun ujung kaki. Dalam bahasa Melayu, ujung berarti lawan kata dari pangkal atau garutan yang menonjol ke laut. Pengertian kata ujung dalam bahasa Melayu mempengaruhi kata-kata dalam bahasa Sunda. Dalam bahasa Melayu kata ujung berkembang dan kemudian menjadi kata yang umum digunakan dalam permainan ujungan.
 Kesenian ujungan ini lebih mirip seperti bela diri pada umumnya, namun para pemain dilengkapi dengan tongkat sepanjang 30 cm. Ujungan biasanya ditampilkan untuk merayakan pesta panen. Sehingga permainan ini dilakukan di tengah sawah yang sudah dipanen. Kesenian ujungan diiringi dengan musik sampyong dan totok. Lalu muncullah penari-penari (uncul) diarena dan mencari lawannya. Kemudian tersisa satu orang yang menari-nari, kawan lainnya kembali kekelompoknya masing-masing, dan terus menari. Setelah itu beboto (wasit dalam permainan) yang telah dipilih, melempar dua batang rotan ketengah-tengah pemain. Kemudian rotan tersebut diambil para pemain dan digunakan untuk bertanding. Para pemain tersebut membawa rotannya kekelompok masing-masing.
Saat itulah rotan tersebut diisi dengan magis yang ada padanya. Masing-masing dibalur dengan ubur-ubur laut, air keras dan lain sebagainya. Sekitar satu menit kemudian, beboto memanggil para pemain untuk memulai pertandingan. Sebelum bertanding beboto mengangkat rotan para pemain (diacungkan: bahasa Bekasi) dan ujung rotan tersebut disatukan. Kemudian permainan akan dimulai ketika beboto memberikan komando. Maka mulailah permainan ini. Para pemain memusatkan sasaran pada bagian kaki di bawah lutut. Dalam permainan ujungan ini, ujung kaki (jari-jari kaki, khususnya ibu jari) harus diperhatikan dan dipertahankan agar tidak terkena ujung rotan. Sebab akan menimbulkan luka berat bila terkena pukulan penjug (istilah dalam permainan ujungan). Menariknya dalam permainan ujungan ini terdapat dua hal yang perlu diperhatikan yakni Ujung Rotan dan Ujung Kaki.

Kini kesenian ujungan seolah hanyut bersama pesatnya pembangunan Bekasi. Bahkan tidak terdengar lagi alunan sampyong dan totok serta tarian Uncul yang merupakan tarian yang dilakukan sebelum mulainya permainan ujungan. Kini saatnya para generasi penerus untuk memperkenalkan dan melestarikan kesenian tersebut baik di dalam negeri maupun diluar negeri.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar